Selasa, 26 November 2013

Sejarah Desa Parakan di Kuningan

Parakan, adalah nama sebuah Desa di Kecamatan Maleber, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Desa Parakan ini terletak di bagian tengah Kabupaten Kuningan, berbatasan dengan Desa Kutamandarakan di utara, Desa Cikahuripan di bagian selatan, Desa Padamulya di bagian timur dan Desa Pakembangan di sebelah barat.

Desa Parakan adalah dataran rendah yang di apit oleh dua sungai besar yaitu sungai Cipedak di sebelah selatan dan sungai Cigede di sebelah utara. Di bagian utara desa berdiri gunung-gunung kecil, antara lain Gunung Hideung, Gunung Herang dan Gedogan. Yang dibawahnya terbentang perkebunan, pesawahan parenca dan hawara yang subur. Sedangkan di bagian selatan desa terbentang pula pesawahan dan pasir leutik yang menjadi tempat bercocok tanam masyarakat Desa Parakan.

Asal nama Parakan menurut dari berbagai keterangan, nama Parakan diambil dari kata "Parak" dan kata "Pamarekan". Kata "Parak" dalam bahasa Sunda artinya tempat tirakat / puasa, atau tempat pertapaan. Dan kata "Pamarekan" artinya tempat "Perkumpulan", yakni tempat berkumpulnya para jawara yang terkenal dan memiliki ilmu kadigjayaan untuk bertanding kesaktian (ngadu elmu).

Hal ini dibuktikan dengan adanya 6 Makam Keramat yang sampai saat ini masih banyak diziarahi oleh masyarakat. Seperti Makam Eyang Dukuh, Makam Eyang Depok, Makam Eyang Jatigede, Makam Eyang Cicabe Girang, Makam Eyang Cibening dan Makam Eyang Pasir Pugag. Yang konon makam-makam keramat tersebut masing-masing memiliki beberapa keistimewaan yang dipercaya oleh masyarakat.

Disamping makam-makam tersebut, di Desa Parakan terdapat nama-nama tempat yang sangat mirip dengan nama tempat yang layaknya sebuah pertapaan pada zaman Hindu, seperti Sumur Sijalatunda, Ciparigi (kolam), Gandasoli, Batu Tilu, Cipamuruyan, Depok dan lain-lain.

Sebagaimana dijelaskan Pujangga Menik yang hidup dalam abad ke XV seorang Resi Hindu-Sunda. Dalam karyanya disebutkan bahwa: "Semua religious schools / pertapaan yang disebutkan Pujangga Manik memiliki kelengkapan antara lain: adanya "Beji" atau kolam, telaga, mata air, danau dan lain-lain yang melambangkan Jalatunda.

Jala artinya "air" dan Tunda artinya "yang mencuat dari tanah". Dengan demikian, Parakan adalah sebuah Desa yang dahulunya merupakan tempat tirakat (mensucikan jiwa). Pertapaan para kesatria dan jawara untuk mencari ilmu dan kadigjayaan serta tempat berkumpulnya para kesatria dan jawara untuk mengadu elmu kesaktian.

Sejarah

Dilihat dari jumlah penduduk yang ada sekarang dan garis keturunan yang masih dapat ditelusuri, sepertinya Desa Parakan mulai ditempati oleh penduduk sekitar akhir abad ke 18. Konon menurut cerita bahwa: Parakan dahulu merupakan hutan terpencil yang sepi dan sunyi serta diapit oleh dua sungai yakni Cipedak dan Cigede.

Dari letaknya yang sepi dan sunyi, tempat ini dianggap sangat strategis untuk dijadikan tempat meditasi (bertapa) dengan cara tirakat (berpuasa) dan menjauhkan diri dari keramaian manusia. Sehingga tidak heran apabila tempat ini banyak di datangi oleh para kesatria dan jawara sakti mandraguna untuk bertapa di tempat ini. Hal ini dibuktikan dengan adanya ajir (tempat patilasan) Eyang Raksajagat yang terletak di Kampung Parakan Girang.

Bukti lain yang menunjukkan bahwa Parakan sebagai tempat pertapaan adalah nama-nama tempat yang ada di Desa Parakan, yang memiliki kesamaan dengan nama tempat-tempat yang berada di padepokan / pertapaan lain di Pulau Jawa seperti, Jalatunda, Ciparigi, Gondosoli, Batu Tilu, Cipamuruyan dan lain-lain. Yang mana tempat ini merupakan tempat yang masih di keramatkan sampai sekarang.

Di Parakan juga diduga pernah berdiri padepokan (perguruan) yang mengajarkan ilmu kadigjayaan dan kesaktian. Dan tentu saja yang mengajarkan ilmu tersebut adalah orang-orang sakti yang memiliki ilmu tinggi. Hal ini dibuktikan dengan di muliakannya Makam orang-orang tertentu yang dianggap sakti dan memiliki nilai keramat oleh sebagian masyarakat Parakan antara lain. Eyang Dukuh, Eyang Depok, Eyang Cicabe Girang, Eyang Cibening, Eyang Pasir Pugag dan Eyang Jatigede.

Dalam masa pendudukan DI TII di Kampung Buah Jenuk terkenal seorang tokoh yang sakti mandraguna yang bernama Abah Jaya, dengan kesaktian yang dimiliki oleh Abah Jaya tersebut Kampung Buah Jenuk yang merupakan tempat tinggal Abah Jaya pernah dibakar oleh gerombolan DI TII.

IklanAsiN - ProductioN