Sejarah Daerah Awirarangan
Banyak orang yang memprediksikan bahwa daerah Awirarangan itu berasal dari kata Awirangrangan, namun prediksi itu salah. Awirarangan berasal dari
kata Wi dan Larangan. Kata Wi yang berarti Wiwitan (permulaan atau awal) dan
kata Larangan yang berarti cegahan atau pantangan. Jadi, di daerah
Awirarangan itu banyak sekali larangan-larangan yang tidak boleh
dilakukan, seperti bersiul, meniup seruling, makan sambil jongkok,
mengadakan pertunjukan wayang golek dan lain-lain. Apabila warga Awirarangan
itu sendiri melanggar larangan-larangan tersebut maka ada berdampak negatif bagi yang melanggarnya.
Menurut cerita, Awirarangan dibuka oleh para Abdi Dalem Prabu
Siliwangi yang diantaranya yaitu Eyang Weri Kusuma, Buyut Kentuy,
Karanginan, Karang Asem, Singa Merta, Singa Dinata, Buyut Kenayu, Buyut
Empang, Eyang Tarik Kolot. Dan yang sekarang kuburan dari merekapun ada yang sebagian berada di wilayah Awirarangan.
Dulu daerah Awirarangan merupakan hutan belantara, dari hutan
belantara itu terbentuk perkampungan terpencil yang sedikit-sedikit
berubah menjadi pemukiman warga. Untuk menunjang kebutuhan hidup
masyarakat atau warganya maka dibentuk sawah, ladang dan perkebunan.
Dulu Awirarangan merupakan bagian dari desa Kuningan dan statusnya
sebagai kampung atau dusun.
Daerah Awirarangan mengalami 4 kali perubahan batasan wilayah. Yang pertama batasan wilayah Awirarangan yaitu:
Barat : Jalan Siliwangi
Utara : Lingkungan stadion
Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Winduhaji
Selatan : Lebak Cangkuang
Utara : Lingkungan stadion
Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Winduhaji
Selatan : Lebak Cangkuang
Pada perubahan kedua batasan wilayah Awirarangan jadi menyempit, batas wilayah tersebut yaitu:
Barat : Jalur Pasar Kepuh
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Winduhaji
Selatan : Lebak Cangkuang
Barat : Jalur Pasar Kepuh
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Winduhaji
Selatan : Lebak Cangkuang
Pada perubahan ketiga batasan wilayah Awirarangan semakin menyempit dengan batas wilayah yaitu:
Barat : Jalan Ir. H. Juanda
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Winduhaji
Selatan : Jl. Sudirman (Serang)
Barat : Jalan Ir. H. Juanda
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan Kelurahan Winduhaji
Selatan : Jl. Sudirman (Serang)
Pada perubahan batasan wilayah yang ketiga, Bojong masuk ke Kampung Cangkuang. Seiring dengan berjalannya waktu dan perkembangan penduduk, Awirarangan dipisahkan dari Kelurahan Kuningan mulai tanggal 7 Maret
2001 dan Awirarangan menjadi sebuah Kelurahan dengan batas Wilayah:
Barat : Jl. Ir. H. Juanda
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan Winduhaji
Selatan : Bojong (yang kembali masuk ke daerah Awirarangan dan dilepas dari Kampung Cangkuang)
Barat : Jl. Ir. H. Juanda
Utara : Lebak Kardin
Timur : Berbatasan dengan Winduhaji
Selatan : Bojong (yang kembali masuk ke daerah Awirarangan dan dilepas dari Kampung Cangkuang)
Adat Istiadat Daerah Awirarangan
Dalam perkembangannya Awirarangan termasuk daerah perkotaan
sehingga adat yang dimiliki oleh daerah Awirarangannya sendiri sudah
mulai terkikis dengan perkembangan zaman dan akibat pengaruh globalisasi
kependudukan, sehingga adat istiadat yang sekarang sudah tercampur.
Apalagi ada diantaranya yang sudah menghilang dan tidak dikenal lagi oleh
generasi-generasi muda sekarang. Adapun adat istiadat Awirarangan yang sudah menghilang diantaranya adalah:
1. Sabumi atau Hajat Sura
Sabumi atau Hajat Sura yaitu berdoa bersama di tanah lapang atau di tempat terbuka untuk memohon keselamatan. Sabumi atau Hajat Sura ini
selalu diadakan setiap menjelang bulan Sura atau Muharram. Sekarang adat istiadat ini sudah tidak dikenal oleh generasi-generasi muda, namun hanya orang
tua terdahulu yang masih melakukan adat istiadat ini.
2. Ngujuban atau Hajat Kliwon
Ngujuban atau Hajat Kliwon merupakan permohonan doa
oleh pribadi seseorang atau keluarga tertentu yang dilakukan setiap malam
jumat kliwon. Selain doa yang dipanjatkan ada juga sesajen yang
disediakan untuk dinikmati oleh keluarganya sendiri setelah acara
ngujuban itu selesai. Sekarang adat istiadat ini sudah tidak dikenal
oleh generasi-generasi muda, namun hanya orang tua terdahulu yang masih
melakukan adat istiadat ini dan orang-orang yang masih memegang
kepercayaan tersebut.
3. Muput atau Nebus Weteng
Muput atau Nebus Weteng yaitu pengasapan bagi wanita yang baru melahirkan.
4. Busaran
Busaran yaitu meratakan gigi dengan alat-alat tertentu.
5. Memeongan
Memeongan merupakan adat istiadat yang dilakukan apabila ada seorang
adik yang melangkahi kakaknya untuk menikah duluan di dalam satu
keluarga.
6. Bobotan
Bobotan dilakukan kepada bayi yang lahir di bulan Safar. Proses bobotan
sama seperti proses pertimbangan berat badan bayi, tetapi bobotan ini
penimbangan bayi beserta harta benda orang tua. Semakin berat badan bayi semakin
banyak pula harta benda yang harus dikeluarkan. Biasanya hasil dari
bobotan tersebut akan di sedekahkan kepada fakir miskin dengan tujuan
menghilangkan bala bagi si bayi yang baru dilahirkan.
Adapun adat istiadat Awirarangan yang masih ada sampai sekarang diantaranya adalah:
- Babarit
- Nyungsung, nyungsung merupakan persembahan sesajen ke tempat keramat oleh warga yang akan melaksanakan hajat.
- Rendengan Pengantin, rendengan pengantin merupakan prosesi adat pengantin.
- Ngabarangsang,ngabarangsang yaitu membakar cabe dan garam bagi mereka yang akan melaksanakan hajat.
Adat istiadat yang dimiliki daerah Awirarangan dulu lebih banyak dibandingkan dengan adat istiadat yang masih ada sekarang ini.
IklanAsiN - ProductioN