Waduk Darma merupakan salah satu objek wisata andalan Kabupaten Kuningan, hal ini dikarenakan Waduk Darma memiliki beberapa daya
tarik wisata yang diharapkan dapat memberikan kenyamanan, kepuasan serta ketenangan bagi para pengunjung yang datang untuk beristirahat dan menghilangkan kepenatan/kejenuhan setelah disibukan oleh aktivitas dan rutinitas keseharian.
Disamping keindahan pemandangan alam yang disuguhkan
serta hawa sejuk yang bisa dirasakan sebagai daya tarik, Waduk Darma juga
menyuguhkan agenda rutin wisata tahunan yang di isi dengan atraksi kesenian
tradisional seperti: tradisi saptonan, lomba panahan tradisional, lomba
rakit/perahu tradisional, goong renteng, gembyungan dan rudat. Semua itu
merupakan daya tarik yang disuguhkan ditambah lagi dengan fasilitas–fasilitas seperti: Cottage/Bungalau, Motor boat/Perahu, Kids Playground,
Gazebo/Gathering Point, Food Booth, Camping Ground dan Open Stage Performance,
selain untuk berwisata Waduk Darma juga bisa digunakan sebagai tempat untuk mengadakan acara Gathering, Outing/Outbound bahkan bisa juga dipakai untuk resepsi pernikahan, dari daya tarik wisata serta fasilitas yang disuguhkan
tidak ada salahnya jika objek wisata Waduk Darma dijadikan sebagai tujuan
wisata di Kabupaten Kuningan.
a. Tahun 1924:
Pemeriksaan pertama rencana pembangunan Waduk Darma oleh Ir. L. A.
De Jench dari Jawatan Tambang.
b. Tahun 1929:
b. Tahun 1929:
Desakan dari Direktur B.O.W (DPU)
untuk dimulai penelitian.
c. Tahun 1930:
c. Tahun 1930:
Jawatan Pertanian di Cirebon mengkalkulasi rencana biaya
pembangunan Waduk Darma sekitar $ 1.500.000, akan tetapi pemerintah menganggap
terlalu berat untuk pembangunannya maka dari itu sebagai konsekwensinya pemerintah menggandeng pihak swasta untuk menanggung sebagian biaya yang
diperlukan dan pada saat itu ada satu Pabrik Gula yang bersedia membantu.
d. Tahun 1932 – 1936:
d. Tahun 1932 – 1936:
Diadakan
penelitian geologi oleh A. Harting dan mengenai sifat tanah oleh Prof. Springer.
e. Tahun 1956 – 1957:
e. Tahun 1956 – 1957:
Penelitian
mekanika tanah oleh L.P.M.A selanjutnya oleh Dirjen Pengairan (1957) memutuskan bahwa tipe bendungan
yang akan dipakai adalah "Bendungan Rock Fill" dengan alat beton pada
permukaannya dan perencanaan pembangunan dilakukan oleh PT. Gatori Bandung.
f. Tahun 1958 – 1962:
f. Tahun 1958 – 1962:
Pelaksanaan
pembangunan Waduk Darma sampai selesai dan berfungsi.
Keberadaan Waduk Darma pada masa para wali datang ke Darma sudah merupakan situ/danau kecil dan sebagian
merupakan kawasan pesawahan dan pemukiman penduduk serta merupakan titik temu
antara Desa Darma, Jagara, Sakerta, Paninggaran, Cipasung, Kawah Manuk dan Parung.
Sawah terbentang dengan luasnya aliran sungai Cisanggarung meleok-leok dari
selatan ke utara, burung bangau, burung kuntul datang berterbangan mencari ikan
di petak-petak persawahan dan di rawa-rawa, gemericik suara air dan suara
katak bersautan memecah keheningan daerah yang indah. Di sebelah timur tampak berdiri megahnya bukit Pabeasan, dan sebelah barat tampak pula bukit Panenjoan
yang membatasi kawasan Kabupaten Kuningan dengan Kabupaten Majalengka. Di
tengah-tengah Waduk Darma air meluap dari mata air Cihanyir, di sebelah utara
tampak berdiri sosok keperkasaan Gunung Ciremai. Dikala para wali masih hidup
Waduk Darma sudah di buat bendungan/situ yang cukup besar yang di buat oleh Mbah
Satori (Mbah Dalem Cageur). Adapun air yang di pakai untuk mengairinya berasal
dari mata air Cihanyir yang berada tepat di tengah Waduk Darma dan dari hulu
sungai Cisanggarung.
Tujuan Mbah Dalem Cageur (Mbah Satori) membuat
bendungan/Situ itu adalah untuk tempat bermain putranya yaitu Pangeran Gencay.
Dan selain dari itu Mbah Dalem Cageur memiliki hobi memelihara ikan. Setelah
selesai pembuatan situ Mbah Dalem Cageur lalu membuat sebuah perahu yang
terbuat dari papan kayu jati dengan ukuran yang cukup besar, ukurannya menurut
penduduk yang pernah melihat atau menginjak pada saat Waduk Darma dibobolkan
pada tahun 1972 memperkirakan panjangnya 20X7 meter. Dimana perahu itu di
buat untuk bermain-main anaknya (Pangeran Gencay). Saking girangnya Pangeran
Gencay tidak siang, tidak malam ia bersama rekan-rekannya terus menaiki perahu
itu. Sementara para penduduk menyaksikan di sekeliling Situ sambil menabuh berbagai gamelan. Dan konon tempat penduduk memainkan gamelan itu di beri nama "Muncul Goong". Takdir tak dapat di pungkiri, malang tak dapat dihadang, pada satu malam tepat pada saat Bulan Purnama Pangeran Gencay bersama para pengasuhnya yang sedang bersenang-senang menaiki perahu buatan Ayahnya
karam/tenggelam di tengah-tengah situ. Jerit tangis dan ratapan tak dapat di
tahan, kedukaan Mbah Dalem Cageur tak dapat di lukiskan, sehingga saking
kecewanya, maka situ itu atas perintah Mbah Dalem Cageur harus dibobolkan dan
tidak boleh di kelem/diari lagi karena kelak akan membahayakan anak cucu.
Setelah jenazah Pangeran Gencay di temukan lalu dibawa ke satu tempat yang
bernama "Munjul Bangke" (Muncul=tempat yang menonjol. Bangke=Bangkai).
Waduk Darma dikelilingi bukit-bukit kecil yang menawan. Keindahannya bak perawan yang rupawan. Pesonanya menebar, ditambah hawa udara kawasan Kuningan yang sejuk dan bersih. Di tengah waduk terdapat beberapa pulau kecil. Tak jarang orang ingin berlayar dan sekadar menginjakkan kakinya di pulau itu. Ada tiga pulau yang berada di tengah waduk. Masing-masing bernama Nusa Laja yang punya luas sekitar 1,5 ha. Lalu Nusa Sireum dengan luas mencapai 1 ha. Dan ketiga Nusa Goong yang arealnya kira-kira 2 ha. Nama-nama pulau itu memang terdengar janggal. Tapi begitulah, sebab nama-nama itu diambil dari fenomena alam masing-masing pulau. Nama Nusa Goong misalnya diberikan karena pada jaman dulu, orang-orang sekitar Waduk Darma sering mendengar suara Goong (gong), yakni alat musik tradisional pelengkap seni gamelan hanya saja siapa orang yang menabuh gong di pulau itu tak seorangpun ada yang tahu. Diperkirakan penabuh gong itu sebangsa lelembut yang menghuni pulau itu. Begitu pula nama Nusa Sireum, konon dinamai itu karena pulau tersebut ukurannya kecil bagaikan semut (sireum) dan juga kabarnya, di sana terdapat kerajaan semut.
Waduk Darma menjadi salah satu pusat kegiatan para wali pada saat itu, sehingga tidak sedikit para ulama berdatangan, konon datanglah seorang ulama dari Indramayu, beliau meramalkan bahwa Desa Darma kelak akan kedatangan seorang Kyai dari arah timur laut dan Kyai tersebut akan memakmurkan Agama Islam di Desa Darma. Sebelum ulama tersebut meninggalkan Desa Darma dan kembali ke Indramayu. Beliau sempat memberi nama Desa Darma (kata Darma berasal dari "Daru ma'i" yang artinya Negara/tempat air), karena Desa Darma sangat subur dengan mata air atau mungkin kata Darma merupakan penggalan dari kata Darma Ayu karena yang memberi nama Darma berasal dari Dermayu/Indramayu. Selanjutnya Syeh Datuk Kaliputah menjadi Pemimpin Pertama (Kuwu) di Desa Darma diperkirakan tahun 1732 M.
Waduk Darma dikelilingi bukit-bukit kecil yang menawan. Keindahannya bak perawan yang rupawan. Pesonanya menebar, ditambah hawa udara kawasan Kuningan yang sejuk dan bersih. Di tengah waduk terdapat beberapa pulau kecil. Tak jarang orang ingin berlayar dan sekadar menginjakkan kakinya di pulau itu. Ada tiga pulau yang berada di tengah waduk. Masing-masing bernama Nusa Laja yang punya luas sekitar 1,5 ha. Lalu Nusa Sireum dengan luas mencapai 1 ha. Dan ketiga Nusa Goong yang arealnya kira-kira 2 ha. Nama-nama pulau itu memang terdengar janggal. Tapi begitulah, sebab nama-nama itu diambil dari fenomena alam masing-masing pulau. Nama Nusa Goong misalnya diberikan karena pada jaman dulu, orang-orang sekitar Waduk Darma sering mendengar suara Goong (gong), yakni alat musik tradisional pelengkap seni gamelan hanya saja siapa orang yang menabuh gong di pulau itu tak seorangpun ada yang tahu. Diperkirakan penabuh gong itu sebangsa lelembut yang menghuni pulau itu. Begitu pula nama Nusa Sireum, konon dinamai itu karena pulau tersebut ukurannya kecil bagaikan semut (sireum) dan juga kabarnya, di sana terdapat kerajaan semut.
Waduk Darma menjadi salah satu pusat kegiatan para wali pada saat itu, sehingga tidak sedikit para ulama berdatangan, konon datanglah seorang ulama dari Indramayu, beliau meramalkan bahwa Desa Darma kelak akan kedatangan seorang Kyai dari arah timur laut dan Kyai tersebut akan memakmurkan Agama Islam di Desa Darma. Sebelum ulama tersebut meninggalkan Desa Darma dan kembali ke Indramayu. Beliau sempat memberi nama Desa Darma (kata Darma berasal dari "Daru ma'i" yang artinya Negara/tempat air), karena Desa Darma sangat subur dengan mata air atau mungkin kata Darma merupakan penggalan dari kata Darma Ayu karena yang memberi nama Darma berasal dari Dermayu/Indramayu. Selanjutnya Syeh Datuk Kaliputah menjadi Pemimpin Pertama (Kuwu) di Desa Darma diperkirakan tahun 1732 M.
IklanAsiN - ProductioN